Minggu, 22 Februari 2015

SEBUAH KEAJAIBAN PART 5

Hari yang di tentukan telah tiba, sedari pagi sekitar pukul 07.45 Dinda dan Dewi melangkahkan kaki bersama menuju kampus mereka, yah untuk kekampus kedua gadis ini memang selalu berjalan kaki. Karena jarak kampus dan wisma mereka tidak begitu jauh, jadi hanya butuh waktu sekitar 15 menit untuk sampai di kampus. Dewi sengaja ikut menyertai Dinda kekampus karena ingin mendampingi sahabatnya dalam latihan terakhir, lagipula arah rumah mbak Anna juga melewati kampus mereka. Ya fakultas Ekonomi tempat mereka menuntut ilmu, terletak di kampus B tepatnya di jalan Airlangga no.4 Surabaya, jawa timur.
Persiapan tim Dinda sudah cukup matang untuk perlombaan kali ini, tapi yang jadi masalah adalah anggota tim yang bahkan sampai detik perlombaan sama sekali belum diketahui oleh Dinda dan Rian itu yang membuat sedikit perdebatan antara Rian dan ketum, “afwan akh, antum ini bagaimana? Bisa-bisanya antum mencari anggota tim yang bahkan hingga detik ini ana dan ukhti Dinda belum pernah bertemu dengannya. Antum ingat 3 jam lagi kita akan langsung ke lokasi, bagaimana bisa kami menyatukan persepsi saat perlombaan nanti, sedang latihan gak pernah sama sekali kami lakukan. Awalnya ana percaya tidak akanada masalah jika saat ini ia sudah ada diantara antum-antunna, tapi sepertinya ia terlalu sibuk untuk itu.” Kejar Rian dengan nada yang masih di upayakan biasa saja.
Melihat suasana mulai memanas, Dinda berusaha memberi pengertian meski sebenarnya Dinda kesal juga dibuat oleh anggota tim yang tidak pernah muncul, “istigfar akh,. Ana mengerti kekesalan dan kekhawatiran antum. Tapi, kita harus mengontrol emosi kita. Dan antum akh Andi, tolong beri kepastian tentang ikhwan itu. Jika beliau tidak bisa ikut serta, ana rasa masih ada waktu untuk menggantinya.” Tegas Dinda, yang di sambut anggukan ikhwah lainnya yang saat itu juga hadir disana. “ana benar-benar minta maaf kepada antum-antunna. Ini memang salah ana. Ana yang meminta kepada beliau untuk mendampingi tim kita dalam perlombaan ini. Padahal beliau sudah mengatakan tidak dapat ikut latihan bersama kalian, karena baru sepekan yang lalu beliau kembali setelah menyelesaikan segala urusan prawisudanya. Dan ana yakin insyaAllah beliau datang hari ini, ana harap antum antunna bisa bersabar lagi, jika beliau tidak datang juga ana sendiri yang akan…..” belum sempat menyelesaikan ucapan terakhirnya, sebuah salam yang sudah tak asing lagi bagi semua ikhwah tak terkecuali Dinda, dan lagi-lagi suara itu membuat hati Dinda begitu bergejolak.
“assalamu’alaykum warrahmatullahi wabarrakatuh…” salamnya yang memutus ucapan akh Andi. “wa’alaykumussalam warrahmatullahi wabarrakatuh…” jawab mereka serentak, “masya Allah akhi… antum benar-benar datang tepat pada waktunya.” Sambut akh Andi dengan senyum mengembang dan segera berhambur memeluk ikhwan tersebut. Dinda dan Rian segera mengarahkan pandangan kebelakang mereka, dan betapa terkejutnya Dinda menyadari siapa yang hadir. Dia adalah akh Rayhan… sekujur tubuh Dinda tiba-tiba menjadi dingin, dan wajahnya mulai memanas. “Ya Allah,… mengapa Engkau kembali menghadirkan sosoknya bahkan disaat suasana genting seperti ini, hamba benar-benar berharap bisa melaksanakan tugas ini sebaik-baiknya. Tapi jika Engkau mempertemukan hamba dengannya sebelum menyelesaikan perlombaan ini. Hamba khawatir tidak dapat menjaga hati hamba. Astagfirullah hamba berharap yang terbaik dari takdirku.” Do’a Dinda penuh harap.
“afwan ana terlambat akh,” balas Rayhan seraya melepaskan pelukan Andi. Dan menebar senyum kepada seluruh ikhwah yang ada di ruangan. Dinda masih terdiam tanpa ekspresi, begitu juga Dewi yang duduk di dekat tempat Dinda dan Rian berdiri, Dewi hanya tersenyum datar sekedar membalas senyum sang ikhwan. Rian yang mengenal sosok Rayhan segera berhambur dan bersalaman serta memeluk Rayhan dengan hangat, ya dekapan ikhwah yang sangat menenangkan dan menunjukan betapa Rian merindukan sosok yang karena kesibukannya tak pernah ia jumpai selama kurang lebih setahun terakhir ini, “akhi, antum apa kabar kak?” kejar Rian. Sedang Dinda masih terdiam menunggu obrolan selanjutnya. Sebelum Rayhan menjawab, Andi memotong perbincangan mereka, “untuk kangen-kangenannya dilanjutkan nanti saja ya he, akhi… antum harus tau rekan tim antum sudah tidak sabar untuk melakukan latihan yang pertama dan terakhir bersama antum sebelum berperang 2 setengah jam lagi hehehe.” Jawaban Andi yang membuat Rian dan Dinda berpandangan dan mengarahkan pandangan mereka kepada Rayhan yang di sambut senyumnya. Mendengar jawaban Andi, hati Dinda bukannya menenang justru semakin keras berdebar, ia tak ingin perubahan sikapnya mengundang ke curigaan para ikhwah yang saat itu hadir. Dengan suara sedikit bergetar, “afwan, sebelum latihan ana izin ke mushola.” Ucap Dinda singkat. “ya… setuju, sebelum kita latihan alangkah lebih baiknya kita melakukan shalat dhuha’ terlebih dahulu.” Tambah Rayhan. Akhirnya semua ikhwah yang ada diruang rapat kajian ekonomi islam, keluar menuju mushola tak terkecuali Dinda dan Dewi. Mereka berjalan 3 meter di belakang para ikhwan. 
Setelah mereka selesai melaksanakan shalat dhuha’, waktu menunjukkan pukul 08.40 WIB. Berarti mereka masih punya waktu sekitar 1 jam 20 menit sebelum berangkat ke Unesa. Perlombaan mereka direncanakan akan dimulai pukul 10.15 tapi 15 menit sebelum perlombaan para peserta sudah harus tiba di lokasi. Setibanya di ruang latihan mereka memulai percakapan ringan, ya itung-itung perkenalan Rayhan sebagai anggota tim KEI. “baik, sebelumnya ana benar-benar minta maaf karena keterlambatan ana, danana tak pernah bisa mendampingi tim kita dalam latihan. Mungkin antum merasa aneh kenapa seorang mahasiswa yang hampir wisuda masih di ikut sertakan dalam perlombaan ini, tapi penyelenggara memang memberikan ketentuan seperti itu, setiap tim yang diutus harus di dampingi oleh salah satu mahasiswa yang pernah terlibat dalam perlombaan ini sebagai pengamat, jadi sebenarnya antum berdua lah yang akan melakukan perlombaan yang sesungguhnya. Ana hanya berperan sebagai pendamping. Hanya itu.” Jelas Rayhan, yang membuat mereka tercengang. “tapi, kalo kami tahu dari awal yang akan mendampingi adalah calon wisudawan terbaik priode ini, kami tidak akan khawatir.” Jawab Rian, yang disambut tawa renyah teman-teman. “bener gak ukh?” Tanya Rian tiba-tiba pada Dinda yang sejak tadi hanya terdiam, Dinda yang kaget menjadi salah tingkah “hah,.. apa eh iya…” jawab Dinda sekenanya, yang disambut tawa teman-temannya. “afwan akh, sepertinya ukh Dinda sudah tidak sabar ingin latihan, maklum ia sangat semangat mengikuti perlombaan kali ini.” Sahut Andi yang sedikit menolong buat Dinda.
Mereka memulai latihan selama 45 menit, setelah selesai mereka segera berangkat menggunakan mobil Andi menuju ke unesa yang terletak di jalan ketintang. Dinda tidak berangkat sendirian dengan hanya di temani Rian dan Rayhan, tapi mereka juga di damping oleh Andi, Novi dan pembimbing mereka Pak Arman. Letak kampus mereka yang strategis di tengah kota, memudahkan perjalanan mereka menuju unesa. Tepat pukul 10.00 WIB mereka tiba di lokasi perlombaan.
Disisi lain Dewi masih berdiam diri di ruang baca fakultas ekonomi. Dewi membawa sebuah buku tebal yang ternyata adalah buku tentang sejarah perkembangan ekonomi islam di Indonesia. Ya meskipun Dinda dan Dewi adalah mahasiswi manajemen namun keduanya memiliki hobby yang sama, yakni mempelajari tentang sejarah perkembangan ekonomi islam. Sementara Dewi, sedang asik dengan bukunya. Ia sudah mulai bisa menerima proses yang akan ia lakukan, meskipun ia masih penasaran siapa sosok akh Ardi, dan dimana mereka pernah bertemu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar