Hari yang di tentukan telah tiba, sedari pagi
sekitar pukul 07.45 Dinda dan Dewi melangkahkan kaki bersama menuju kampus
mereka, yah untuk kekampus kedua gadis ini memang selalu berjalan kaki. Karena
jarak kampus dan wisma mereka tidak begitu jauh, jadi hanya butuh waktu sekitar
15 menit untuk sampai di kampus. Dewi sengaja ikut menyertai Dinda kekampus
karena ingin mendampingi sahabatnya dalam latihan terakhir, lagipula arah rumah
mbak Anna juga melewati kampus mereka. Ya fakultas Ekonomi tempat mereka
menuntut ilmu, terletak di kampus B tepatnya di jalan Airlangga no.4 Surabaya,
jawa timur.
Persiapan tim Dinda sudah cukup matang untuk
perlombaan kali ini, tapi yang jadi masalah adalah anggota tim yang bahkan
sampai detik perlombaan sama sekali belum diketahui oleh Dinda dan Rian itu
yang membuat sedikit perdebatan antara Rian dan ketum, “afwan akh, antum ini
bagaimana? Bisa-bisanya antum mencari anggota tim yang bahkan hingga detik ini
ana dan ukhti Dinda belum pernah bertemu dengannya. Antum ingat 3 jam lagi kita
akan langsung ke lokasi, bagaimana bisa kami menyatukan persepsi saat
perlombaan nanti, sedang latihan gak pernah sama sekali kami lakukan. Awalnya
ana percaya tidak akanada masalah jika saat ini ia sudah ada diantara
antum-antunna, tapi sepertinya ia terlalu sibuk untuk itu.” Kejar Rian dengan
nada yang masih di upayakan biasa saja.
Melihat suasana mulai memanas, Dinda berusaha
memberi pengertian meski sebenarnya Dinda kesal juga dibuat oleh anggota tim
yang tidak pernah muncul, “istigfar akh,. Ana mengerti kekesalan dan
kekhawatiran antum. Tapi, kita harus mengontrol emosi kita. Dan antum akh Andi,
tolong beri kepastian tentang ikhwan itu. Jika beliau tidak bisa ikut serta,
ana rasa masih ada waktu untuk menggantinya.” Tegas Dinda, yang di sambut
anggukan ikhwah lainnya yang saat itu juga hadir disana. “ana benar-benar minta
maaf kepada antum-antunna. Ini memang salah ana. Ana yang meminta kepada beliau
untuk mendampingi tim kita dalam perlombaan ini. Padahal beliau sudah
mengatakan tidak dapat ikut latihan bersama kalian, karena baru sepekan yang
lalu beliau kembali setelah menyelesaikan segala urusan prawisudanya. Dan ana
yakin insyaAllah beliau datang hari ini, ana harap antum antunna bisa bersabar
lagi, jika beliau tidak datang juga ana sendiri yang akan…..” belum sempat
menyelesaikan ucapan terakhirnya, sebuah salam yang sudah tak asing lagi bagi
semua ikhwah tak terkecuali Dinda, dan lagi-lagi suara itu membuat hati Dinda begitu
bergejolak.
“assalamu’alaykum warrahmatullahi wabarrakatuh…”
salamnya yang memutus ucapan akh Andi. “wa’alaykumussalam warrahmatullahi
wabarrakatuh…” jawab mereka serentak, “masya Allah akhi… antum benar-benar
datang tepat pada waktunya.” Sambut akh Andi dengan senyum mengembang dan
segera berhambur memeluk ikhwan tersebut. Dinda dan Rian segera mengarahkan
pandangan kebelakang mereka, dan betapa terkejutnya Dinda menyadari siapa yang
hadir. Dia adalah akh Rayhan… sekujur tubuh Dinda tiba-tiba menjadi dingin, dan
wajahnya mulai memanas. “Ya Allah,… mengapa Engkau kembali menghadirkan
sosoknya bahkan disaat suasana genting seperti ini, hamba benar-benar berharap
bisa melaksanakan tugas ini sebaik-baiknya. Tapi jika Engkau mempertemukan hamba
dengannya sebelum menyelesaikan perlombaan ini. Hamba khawatir tidak dapat
menjaga hati hamba. Astagfirullah hamba berharap yang terbaik dari takdirku.”
Do’a Dinda penuh harap.
“afwan ana terlambat akh,” balas Rayhan seraya
melepaskan pelukan Andi. Dan menebar senyum kepada seluruh ikhwah yang ada di
ruangan. Dinda masih terdiam tanpa ekspresi, begitu juga Dewi yang duduk di
dekat tempat Dinda dan Rian berdiri, Dewi hanya tersenyum datar sekedar
membalas senyum sang ikhwan. Rian yang mengenal sosok Rayhan segera berhambur
dan bersalaman serta memeluk Rayhan dengan hangat, ya dekapan ikhwah yang
sangat menenangkan dan menunjukan betapa Rian merindukan sosok yang karena
kesibukannya tak pernah ia jumpai selama kurang lebih setahun terakhir ini,
“akhi, antum apa kabar kak?” kejar Rian. Sedang Dinda masih terdiam menunggu
obrolan selanjutnya. Sebelum Rayhan menjawab, Andi memotong perbincangan
mereka, “untuk kangen-kangenannya dilanjutkan nanti saja ya he, akhi… antum
harus tau rekan tim antum sudah tidak sabar untuk melakukan latihan yang
pertama dan terakhir bersama antum sebelum berperang 2 setengah jam lagi
hehehe.” Jawaban Andi yang membuat Rian dan Dinda berpandangan dan mengarahkan
pandangan mereka kepada Rayhan yang di sambut senyumnya. Mendengar jawaban Andi,
hati Dinda bukannya menenang justru semakin keras berdebar, ia tak ingin
perubahan sikapnya mengundang ke curigaan para ikhwah yang saat itu hadir.
Dengan suara sedikit bergetar, “afwan, sebelum latihan ana izin ke mushola.”
Ucap Dinda singkat. “ya… setuju, sebelum kita latihan alangkah lebih baiknya
kita melakukan shalat dhuha’ terlebih dahulu.” Tambah Rayhan. Akhirnya semua
ikhwah yang ada diruang rapat kajian ekonomi islam, keluar menuju mushola tak
terkecuali Dinda dan Dewi. Mereka berjalan 3 meter di belakang para ikhwan.
Setelah mereka selesai melaksanakan shalat dhuha’,
waktu menunjukkan pukul 08.40 WIB. Berarti mereka masih punya waktu sekitar 1
jam 20 menit sebelum berangkat ke Unesa. Perlombaan mereka direncanakan akan
dimulai pukul 10.15 tapi 15 menit sebelum perlombaan para peserta sudah harus
tiba di lokasi. Setibanya di ruang latihan mereka memulai percakapan ringan, ya
itung-itung perkenalan Rayhan sebagai anggota tim KEI. “baik, sebelumnya ana
benar-benar minta maaf karena keterlambatan ana, danana tak pernah bisa
mendampingi tim kita dalam latihan. Mungkin antum merasa aneh kenapa seorang
mahasiswa yang hampir wisuda masih di ikut sertakan dalam perlombaan ini, tapi penyelenggara
memang memberikan ketentuan seperti itu, setiap tim yang diutus harus di
dampingi oleh salah satu mahasiswa yang pernah terlibat dalam perlombaan ini
sebagai pengamat, jadi sebenarnya antum berdua lah yang akan melakukan
perlombaan yang sesungguhnya. Ana hanya berperan sebagai pendamping. Hanya itu.”
Jelas Rayhan, yang membuat mereka tercengang. “tapi, kalo kami tahu dari awal
yang akan mendampingi adalah calon wisudawan terbaik priode ini, kami tidak
akan khawatir.” Jawab Rian, yang disambut tawa renyah teman-teman. “bener gak
ukh?” Tanya Rian tiba-tiba pada Dinda yang sejak tadi hanya terdiam, Dinda yang
kaget menjadi salah tingkah “hah,.. apa eh iya…” jawab Dinda sekenanya, yang
disambut tawa teman-temannya. “afwan akh, sepertinya ukh Dinda sudah tidak
sabar ingin latihan, maklum ia sangat semangat mengikuti perlombaan kali ini.”
Sahut Andi yang sedikit menolong buat Dinda.
Mereka memulai latihan selama 45 menit, setelah
selesai mereka segera berangkat menggunakan mobil Andi menuju ke unesa yang
terletak di jalan ketintang. Dinda tidak berangkat sendirian dengan hanya di
temani Rian dan Rayhan, tapi mereka juga di damping oleh Andi, Novi dan
pembimbing mereka Pak Arman. Letak kampus mereka yang strategis di tengah kota,
memudahkan perjalanan mereka menuju unesa. Tepat pukul 10.00 WIB mereka tiba di
lokasi perlombaan.
Disisi lain Dewi masih berdiam diri di ruang baca
fakultas ekonomi. Dewi membawa sebuah buku tebal yang ternyata adalah buku
tentang sejarah perkembangan ekonomi islam di Indonesia. Ya meskipun Dinda dan Dewi
adalah mahasiswi manajemen namun keduanya memiliki hobby yang sama, yakni
mempelajari tentang sejarah perkembangan ekonomi islam. Sementara Dewi, sedang
asik dengan bukunya. Ia sudah mulai bisa menerima proses yang akan ia lakukan,
meskipun ia masih penasaran siapa sosok akh Ardi, dan dimana mereka pernah
bertemu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar