Beberapa detik suasana masih biasa-biasa saja, tak
terasa waktu sudah mendekati waktu shalat ashar dan Dewi belum juga keluar dari
dalam masjid kampus. Akhirnya mbak Anna mengajak para akhwat untuk melaksanakan
shalat ashar sebelum mendengar jawaban dari Dewi. Karena Dinda sudah mengambil
air wudhu’ akhirnya ia hanya menunggu ditempat tadi seraya mendengarkan murotal
dari laptopnya, sedang asyik dan hanyut dalam lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an
yang ia putar. Dinda merasakan ada angin sejuk yang membelai jiwanya begitu
perlahan dan memaksanya menoleh kearah luar masjid, dan ternyata tanpa ia
sengaja dinda menangkap sosok ikhwan yang selama ini ia rindukan. Ya… akh
Rayhan tengah berlalu di hadapannya, ia tampak begitu fresh dengan potongan
rambut baru, namun tetap memelihara jenggot tipisnya. Ia tampak semakin dewasa,
tanpa Dinda sadari pandangannya larut dalam waktu yang cukup lama. Rasa rindu
yang selama ini ia pendam seorang diri, bahkan Dewi sahabat dekat dan teman
sekamar di wisma tidak mengetahui sedikitpun tentang rasanya. Dinda terlalu
pandai menyimpan rasanya seorang diri.
Pandangannya terus mengikuti langkah ikhwan yang
menjadi pujaan hatinya selama ini, sosok yang begitu ia kagumi dengan segala
karismatik dan kepedulian yang luar biasa kepada para jundi-jundinya di dalam
organisasi. Ya sosok yang hingga detik ini, menjadi satu-satunya ikhwan yang
mampu menarik perhatian sang gadis, ia tak sadar saat mbak Anna telah berada di
sampingnya. Tiba-tiba mbak Anna mengejutkan Dinda dengan sapaan lembut, “Din,
ada apa?” Tanya mbak Anna seraya menyentuh bahu Dinda. “astaghfirullah… akh
nggak mbah,” tanpa ia sadari airmatanya jatuh begitu saja. “loh Dinda ada apa?”
Tanya mbak Anna. Dinda panik dan segera menoleh kebelakang untuk memastikan
kehadiran akh Rayhan, ia sama sekali tak ingin ada seorangpun yang curiga.
“nggak mbak, Dinda bahagia karena sebentar lagi ukhti Dewi akan melakukan
ta’aruf, tapi Dinda juga sedih dan takut jika ternyata Dewi akan ninggalin Dinda
mbak.” Jawab Dinda sambil memaksakan senyum. “masya Allah,.. ukhti anti jangan
khawatir. Dewi insyaAllah tidak akan kemana-mana. Bukannya Dewi masih akan
tetap kuliah dan bersama dengan anti.” Mbak Anna berusaha menenangkan.
Sebelum Dinda menjawab, tiba-tiba seorang ikhwan
menyapa, “assalamu’alaykum ukhti.” Dinda dan mbak Anna spontan menoleh kearah
suara tersebut, “wa… waalaykumussalam warrahmatullahi wabarakatuh.” Jawab Dinda
dan mbak Anna hampir bersamaan. “astaghfirullah ia menyapa ku, semoga sikapku
tak nampak aneh.” Harap Dinda. “anti apa kabar ukh?” tanyanya berbasa-basi pada
mbak Anna, “Alhamdulillah akh, seperti yang antum lihat.” Jawab mbak Anna dengan
senyum. Ya mbak Anna dan akh Rayhan, ternyata masih ada hubungan saudara
meskipun cukup jauh. “Dinda, gimana kabarnya?” tanyanya pada Dinda, yang
membuat sekujur tubuhnya terasa begitu dingin dan jantungnya berdetak kencang,
“Dinda? Akh ia memang lebih sering memanggilku Dinda ketimbang ukhti atau adik.
Yah tidak ada yang aneh dan masih sama seperti 2 tahun yang lalu, saat aku
pertama kali terlibat kepanitiaan dengannya. Dan aku menjadi seketarisnya dalam
kegiatan itu. Lagi pula Dinda memang namaku.” Dinda berusaha menenangkan
hatinya agar ia tak merasa terlalu berharap, “Alhamdulillah kak.” Jawab Dinda.
Lalu akh Rayhan minta diri untuk masuk kedalam
masjid kepada mbak Anna. “ya sudah Din, kita masuk yuk. Akhwat lainnya sudah
menunggu di dalam.” Setelah mereka siap dengan mukenah masing-masing, Dinda sudah
mulai bisa menstabilkan hati. Dinda duduk di sebelah kanan Dewi dan di ikuti
mbak Anna, ukh Rahma, ukh Laili, ukh Vina dan ukh Nisa. Baru saja hatinya mulai
tenang, tiba-tiba saja lantunan adzan yang telah setahun terakhir ini tak ia
dengar, kini melantun dengan begitu indahnya. Membuat jantungnya kembali berdebar
tak beraturan. Suara yang begitu indah menggema menembus rongga telinga bahkkan
rongga jantung Dinda. Meski hatinya terganggu, namun sisi lain dari jiwanya
begitu menikmati lantunan suara akh Rayhan, ketegangan dan rasa sesak tadi
seolah berkurang dengan mendengar suara akh Rayhan. Terlebih Dinda tahu bahwa
ikhwan yang memilih Dewi bukanlah pemuda yang ia dambakan.
Shalat ashar berlangsung dengan begitu khusyu’, tak
ada yang tahu do’a apa yang tengah Dinda dan Dewi panjatkan di setiap sujudnya.
Yang jelas mereka sama-sama sedang hadir dalam kebimbangan. Seusai shalat
keduanya menyempatkan diri untuk mendirikan shalat sunnah, setelah dua rakaat.
Dinda kembali melakukan shalat sunnah begitupun Dewi. Dan kali ini mereka
mendirikan shalat sunnah yang lagi-lagi sama. Ya keduanya mendirikan shalat
istikharah. Dewi shalat karena mengharapkan petunjuk untuk menentukan pilihan
apakah akan menerima tawaran ta’aruf dari akh Ardi atau menolaknya. Sedangkan Dinda
shalat untuk memohon petunjuk, jika akh Rayhan memang jodohnya, maka ia mohon agar
Allah mendekatkan mereka dalam sebuah ikatan yang diridhai Allah, namun jika
ternyata Rayhan bukan pemilik tulang
rusuknya, maka Dinda mohon agar Allah senantiasa menjaga hati Dinda dan
menghapuskan rasa yang selama ini ia simpan begitu rapat. Sebenarnya tak sekali
ini Dinda berdo’a dan memohon agar hatinya di beri ketenangan dan petunjuk
untuk rasanya, tapi hingga detik ini rasanya tak juga berkurang bahkan semakin
bertambah meski telah sekian waktu ia tak bertemu dengan sosok Rayhan. Disela
do’anya, Dinda pun mendo’akan yang terbaik untuk Dewi dan semoga proses
ta’arufnya berjalan lancar dan akan segera dilaksanakan khitbah juga walimahan,
Dinda berharap yang terbaik untuk Dewi, sahabat yang sudah dianggap sebagai
saudara sendiri.
Tanpa ia sadari, airmatanya kembali berlinang. Dan Dewi
yang menyadari hal itu, akhirnya bertanya “ukhti, anti kenapa? Apakah anti
mengenal sosok ikhwan itu?” Tanya Dewi langsung, karena selama ini mereka
memang begitu dekat dan tak ada yang Dinda tutupi dari Dewi kecuali perasaannya
kepada Rayhan. “tidak ukh, ana sama sekali tak mengenal sosok akh Ardi.” “lalu,
apa yang membuatmu menangis, apa anti ada masalah? Kenapa anti tidak cerita
sama ana?” kejar Dewi. “ukhti, ana hanya terharu membayangkan betapa cantiknya
anti saat berada di pelaminan bersama sang ikhwan. Ana sangat berharap anti
mendapatkan yang terbaik, dan bisa menghabiskan lebih banyak waktu bersama anti
dalam kamar kita. Tapi anti, jangan khawatir ukh, ana sangat akan bahagia saat
melihat anti menemukan pemilik tulang rusukmu. Dan ana gak khawatir akan
kehilangan anti, karena ana yakin anti akan selalu menjadi saudari terbaik ana
ukh.” Jelas Dinda seraya memeluk Dewi, mereka meluapkan perasaan masing-masing
dalam dekapan ukhuwah yang begitu hangat. Air mata keduanya mengalir begitu
saja, memberi kesejukan untuk hati masing-masing, bagai sungai di tengah
panasnya mentari yang memberi kehidupan kepada mereka yang merindukan kesejukan
sang sungai. “ana juga berharap ukhti, pada waktunya nanti akan ada seorang
ikhwan yang baik yang akan menjemput tulang rusuknya dan menjadikan anti
bidadari syurganya, baik di dunia hingga di akhirat kelah…” do’a Dewi seraya
melepaskan pelukannya. “aamiin ya Rabbal alamiin.” Keduanya mengamini, dan di
sambut akhwat lainnya termasuk mbak Anna yang ternyata menghampiri keduanya. #bersambung.
Babyliss Pro Nano Titanium Curling Iron - Titanium
BalasHapusThe ribbed aluminium oxide ribbed aluminum oxide ribbed aluminum oxide (Nanode) is is titanium lighter than aluminum a graphite alloy used for making the ribbed steel. The titanium nipple bars ribbed snow peak titanium aluminum oxide ribbed aluminium oxide Weight: citizen titanium watch 90gPackage Dimensions: 2.75 x 3.25 x 0.63 inches (7.4 samsung titanium watch cm)