Suara mbak Anna seolah berirama naik turun di
telinga Dinda, suara yang begitu lembut namun membuat jantung Dinda tak
berhenti berdebar bahkan semakin kencang debarannya. Sebelum mbak Anna melanjutkan
ucapannya, tiba-tiba saja suara dering handphone mbak Anna mengejutkan, suasana
yang tadinya hening dan khitmat tiba-tiba berubah bising. “afwan, ana terima
telephone dulu.” Ucap mbak Anna seraya beranjak dari duduknya.
“assalamu’alaykum warrahmatullahi wabarrakatuh…” itu saja yang dapat di tangkap
Dinda sebelum mbak Anna menjauh. Selama mbak Anna menjauh beberapa akhwat mulai
sibuk dengan prasangka mereka, siapakah yang akan di pilih oleh sang ikhwan dan
siapakah ikhwan tersebut, “ukh, kira-kira siapa ya yang akan dipilih oleh si
ikhwan. Kalo anti yang dipilih gimana? Udah siap belum hehehe” canda ukhti
laili yang di sambut tawa, “wah kalo ana sih tergantung siapa ikhwannya hehe”
jawab ukhti nisa sambil tertawa. Sementara para akhwat bercanda, dinda tampak
termenung dengan fikirannya sendiri. “kalo anti gimana ukh?” Tanya nisa yang
diarahkan kepada dinda, tapi karena dinda tak memberikan jawaban apapun, ukhti
rahma mengejutkan dinda “ukhti, anti kenapa?” tanyanya seraya menggoyangkan
tangan dinda, “hah… apa?”Tanya dinda bingung. “astaga ukh… tadi ukhti nisa
nanya, kalo ternyata ikhwan itu memilih anti gimana?” belum sempat dinda
menjawab pertanyaan dari ukhtinya, mbak anna telah kembali dengan senyum
mengembang.
Namun hati dinda mendapat pertanyaan seperti itu,
menjadi semakin tak tenang. “ya Allah jika benar, akhwat yang dipilih adalah
aku… apa yang aku harus lakukan, ya aku tau jika ada seorang ikhwan yang datang
melamar dan tak ada alasan untuk menolaknya karena takwanya maka hendaklah
pinangan ikhwan diterima. Tapi bagaimana dengan hatiku, yang masih padanya… ya
Rahman hamba serahkan segala urusan hamba hanya kepada-MU. Hamba yakin apapun
itu, inilah takdir hamba…” do’a dinda dalam diam. “afwan, tadi yang menelphone
ikhwan yang akan melakukan ta’aruf, dengan salah satu dari anti. Dan beliau
mengatakan untuk akhwat yang akan ana sebutkan namanya agar melakukan shalat
istikharah terlebih dahulu sebelum memberi jawaban apakah akan menerima tawaran
ta’aruf atau menolak.” Jelas mbak anna. Sejenak kami masih terdiam, tapi tiba-tiba
ukhti vina yang sejak tadi hanya terdiam dan mendengarkan menanyakan sesuatu,
“hems mbak, kalo boleh tau siapa nama ikhwan tersebut?” yang disambut gurauan
renyah dari para akhwat “cie vina pengen tau nih hehehe” canda dewi yang dari
tadi diam dan duduk di samping dinda.
“tenang ukhtifillah… tadi ana sudah tanyakan kok
mengenai hal itu, dan beliau bersedia memberikan nama dan sedikit informasi
tentang dirinya kepada antunna.” Mendengar kalimat mbak anna jantung dinda
semakin berdegup kencang, astaga ada apa ini. “afwan mbak, ana boleh izin
kebelakang sebentar?” pinta dinda yang di sambut anggukkan mbak anna “tafadhol
ukhti, ana gak akan mulai sebelum anti datang. Tenang saja.” Dan jawaban mbak
anna membuat para akhwat menggoda dinda “cie hehehe”, dinda hanya menunduk dan
segera pergi. Ia merasa tak dapat tinggal diam membiarkan jiwanya begitu tak
tenang, dan ia ingat pesan seorang ustadz di pondok dulu “salah satu cara agar
membuat jiwa kita lebih tenang adalah dengan berdiri jika sedang duduk atau
mengubah posisi, jika masih tak tenang silahkan mengambil minum tapi tak
mungkin cara ini dilakukan dinda yang saat ini tengah shaum, jika masih tak
tenang beristigfar dan ini sudah sejak tadi ia lakukan tapi hatinya masih saja
tak tenang, lalu mengambil wudhu’ ya ini yang akan ia lakukan, jika hatinya
masih tak tenang juga ia akan melakukan shalat..”
Alhamdulillah setelah mengambil air wudhu’ jiwa
dinda merasa begitu sejuk, akhwat yang melihat wajah dinda yang basah kembali
menggoda “duh, ukhti dinda udah siap shalat istikharah hehehe ” canda nisa,
melihat wajah dinda yang berubah memerah ia merasa tak enak hati “afwan, ukh
ana hanya bercanda.” Dinda tersenyum dan menganggukkan kepada “ia ukhti, ana
tau kok…” “baik, ana lanjutkan ya… ikhwan ini adalah salah satu ikhwah LDK yang
tengah menyiapkan diri untuk diwisuda insyaAllah bulan juni ini.” Tutur mbak
anna, mendengar kata-kata itu, jantung dinda yang tadi tenang kembali berdebar…
“ dan dia ingin sebelum diwisuda dan melanjutkan studynya dapat melakukan
ta’aruf dan insyaAllah akan dilanjutkan dengan menghitbah akhwat tersebut.
“mungkin itu aja sedikit tentang beliau, masalah
tarbiyah dan keperibadian beliau sejauh yang ana tahu, ia adalah sosok yang
tertarbiyah dengan baik. Dan nama ikhwan tersebut…” mbak anna sengaja
menggantung kalimatnya, ia ingin mengetahui ekspresi Dari adik-adik mentenya.
Karena tak ada ekspresi yang berbeda ia melanjutkan, namun debaran jantung
dinda semakin kencang. “dan nama ikhwan tersebut adalah…” ulang mbak anna untuk
kedua kalinya. Dan para akhwat yang sudah sejak tadi penasaran akhirnya
mengajukan protes, “ikh mbak ni, senengnya bikin kita penasaran” sela ukhti
nisa. Dan di sambut tawa, suasana yang tadinya tegang kini lebih mencair “afwan
afwan,.. habisnya antunna pada serius gitu sih heheh. Ok ok langsung aja
namanya akh Ardi.” Mendengar nama yang asing untuk Dinda, jantungnya bukannya
lebih tenang justru semakin berdebar.
Sedang akhwat yang lain saling melihat satu sama
lain, karena tak satupun dari mereka yang mengenal nama ikhwan ini, termasuk
juga Dinda. “mbak, ikhwan dari fakultas mana ya? Kok kita asing dengan nama
beliau?” sambut Laili. “beliau dari fakultas ekonomi juga ukhti… masa sih
asing?” sejenak suasana kembali diam, “ok lanjut ya, dan akhwat yang dipilih
oleh ikhwan itu adalah… ” mbak anna kembali terdiam. “mbak ayo dong…” kini
giliran Vina yang protes. Dinda yang biasanya aktiv kini hanya terdiam sambil
berusaha menenangkan jiwanya, sementara Dewi memang sosok akhwat yang pendiam,
ia sangat jarang bicara apalagi bercanda. “na’am.. ikhwan itu memilih ukhti Dewi
sebagai akhwat yang akan berta’aruf dengannya.”
Mendengar ucapan terakhir mbak Anna, para akhwat
terdiam dan ukhti Dewi tampak begitu terkejut, ia tak menyangka dirinya yang
akan terpilih. Sedang entah apa yang dirasakan Dinda, dadanya terasa begitu
sesak dan sakit seperti ada batu besar yang menghujam jantungnya,
“astagfirullah ada apa ini, kenapa hatiku tak juga tenang. Justru semakin
sakit. Seperti ada yang pergi dan menghilang dari jiwaku.” Dengan sangat keras
ia berusaha untuk tampak biasa saja, ia segera mengucapkan selamat dan memeluk Dewi
yang adalah sahabat dekat Dinda. “selamat ya ukhti, semoga prosesnya lancar.”
Suara Dinda terdengar bergetar. Ucapan yang sama juga di lakukan para akhwat,
“cie ternyata anti diam-diam ada kenalan ikhwan juga hehehe”, seloroh ukh Nisa.
“ana gak kenal beliau ukh.” Jawab Dewi masih bingung.
“sesuai permintaan beliau, anti bisa melakukan
shalat istikharah sekarang ukh..” tanpa menjawab mbak Anna, Dewi hanya
mengangguk dan segera beranjak. Sementara para akhwat tengah bercakap ria, Dinda
sibuk menelaah hatinya. “apa yang sebenarnya kurasakan Ya Allah, harusnya aku
bersyukur ikhwan itu bukanlah akh Rayhan tapi kenapa hatiku sakit, mengetahui
ikhwan yang bahkan tak ku kenal memilih sahabat ku, Dewi. Kenapa perasaan ini
harus muncul. Astagfirullah….” Bersambung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar