PART 1.
Hadir dan menjadi bagian dari dunia kampus, yang
membuat si gadis –sebut aja- Dinda dapat lebih mengerti arti sebuah kehidupan
yang sesungguhnya. Merantau ke pulau seberang, dan menjadi mahasiswi fakultas
ekonomi prodi manajemen di salah satu universitas negeri yang ada di Surabaya,
tak membuatnya terbawa arus. Mahasiswi jebolan salah satu pondok pesantren yang
ada di kediri Lombok Barat, NTB ini tak ayal melupakan nilai-nilai yang selama
ini ia pelajari. Selain sibuk mengejar prestasi dibidang akademik, ia juga
mencari kesibukan yang dapat mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Ya… Dinda
memilih jalan panjang dengan begitu banyak krikil tajam dan terjal bebatuan
ini, agar tarbiyahnya senantiasa terjaga.
Namun, virus itu tak dapat ia halau,
rasa yang telah lama tak mengusiknya kini hadir begitu saja tanpa ia
rencanakan. Seorang pemuda yang ternyata adalah kakak tingkatnya dengan program
study Ekonomi Islam semester 5 mengusik perhatiannya. Bukan karena fisik, namun
Dinda tertarik pada sosok pemuda ini karena lantunan suaranya saat
mengumandangkan adzan dan suaranya saat membaca Al-Qur’an. Sungguh membuat jiwa
yang mendengarnya tenang hadir dalam kedamaian dan kesejukkan. Beberapa waktu, Dinda
masih dapat menguasai hati dan sama sekali tak berusaha mencari informasi
tentang pemuda yang mencuri perhatiannya.
Ternyata, takdir berkata lain. Allah
mempertemukan mereka dalam naungan sebuah organisasi yang sama. Dan hal ini,
semakin membuat Dinda bingung dalam menjaga hatinya, Alhamdulillah ia masih
dapat mempertahankan rasanya agar hanya ia yang tahu.
Bulan berganti tahun. Tak terasa
waktu begitu cepat berlalu, sudah banyak kegiatan yang melibatkan mereka dalam
satu kepanitiaan. Dan membuat Dinda terkadang harus lebih intens berkomunikasi
dengan sang ikhwan. Tak terasa Dinda telah masuk semester 4, selama 2 tahun
dalam rasa yang tak pernah berkurang sedikitpun. Dan hampir satu tahun
terakhir, Dinda tak pernah terlibat pembicaraan lagi dengan pemuda yang ia
ketahui namanya –sebut saja- akh Rayhan. Ya sesuai target awal Rayhan, yang Dinda
ketahui tanpa sengaja pemuda itu ternyata menargetkan wisuda dalam waktu 3
setengah tahun.
Maha Suci Allah, bahkan Rayhan
berhasil melakukan KKN nasional keluar daerah. Secara otomatis, selama setahun
terakhir sangat jarang Dinda mendapat kabar tentang Rayhan. Namun begitu tak
membuat Dinda mencari tahu kepada murobbi maupun teman sekelas Rayhan, karena
ia tak ingin ada yang mencium tentang rasa yang selama ini ia sembunyikan. “biar
aku saja yang menyimpan rasa ini sendiri, jika Allah menakdirkan ia untukku.
Aku yakin Allah akan menunjukan jalan yang indah.” Setelah Dinda menginjak
semester 5, ia baru mendapat kabar bahwa Rayhan akan segera di wisuda pada
bulan juni ini. Sebagai salah satu wisudawan terbaik dengan predikat cum loude.
Dinda tak dapat menyembunyikan perasaan bahagianya, namun disisi lain ia juga
sangat merasa kehilangan sosok Rayhan. Sosok yang selama ini ia kagumi, bukan
hanya karena fisik namun karena kepribadiannya. Dinda yang di kota Surabaya
sebagai mahasiswi rantauan, sedikit banyak merasa terbantu dengan adanya
Rayhan.
Meskipun mereka berbeda prodi, tapi Rayhan tak
keberatan memberi bantuan kepada para adik tingkatnya, ya tidak hanya kepada Dinda.
Yang membuat Dinda semakin sedih sekaligus gembira adalah kabar bahwa ternyata
Rayhan selepas di wisuda akan segera terbang ke qairo untuk melanjutkan S2nya
di universitas Al-Azhar Qairo salah satu universitas impian Dinda, dengan
beasiswa yang ia dapatkan. Dan itu artinya, kurang lebih selama 2 tahun ini, ia
takkan bertemu dengan Rayhan. Meski berat, Dinda masih tetap berusaha tampak
biasa saja. Tidak kaget juga tidak terlalu gembira seperti ikhwan atau akhwat
lainnya.
Suatu sore, saat liqo’ murobbi Dinda –sebut aja-
mbak Anna menceritakan bahwa ada seorang ikhwan yang meminta kepadanya untuk
dicarikan seorang akhwat yang akan diajak ta’aruf. Entah mengapa saat mbak Anna
mengatakan bahwa ada seorang ikhwan yang ingin melakukan ta’aruf, seketika
jantung Dinda berdebar kencang. Rasanya ia ingin menanyakan siapa ikhwan itu,
namun di urungkan. Karena Dinda tahu, mbak Anna takkan mengatakan identitas
ikhwan itu kecuali pada akhwat yang serius dan mau melaksanakan ta’aruf.
Dan tiba-tiba seorang akhwat dari anggota liqo’ Dinda
bertanya, “afwan, mbak. Tapi, bukannya kami para akhwat lebih baik menunggu
untuk dipilih dan setelah itu memberikan pilihan. Jika kami memilih atau
mengajukan pilihan akan lebih sulit untuk kami. Sekiranya, ikhwan tersebut
telah menentukan pilihan tafadhol mbak sampaikan agar proses ta’arufnya dapat
segera dilaksanakan.” Saran ukhti Nisa. “Baik, shalihah… sebenarnya ikhwan
tersebut sudah mengajukan proposalnya untuk salah satu dari antunna.” Ucap mbak
Anna, yang membuat jantung Dinda berdetak tak beraturan… “Ya Allah ada apa ini,
kenapa jantungku tak mau berhenti berdebar, bahkan aliran darahku begitu
kencang kurasa, tanganku mulai bergetar, dan dingin yang ku rasakan di sekujur
tubuhku. Ada apa ini Ya Rahman… mengapa seperti ada yang kan pergi dan hilang
dariku?” fikiranku menerawang semakin jauh entah kemana. Susana masih hening,
dan mbak Anna melanjutkan ucapannya. “awalnya mbak ingin tahu, apakah ada dari
antunna yang berniat mengajukan proposal, tapi jika tidak. Ana akan mengatakan
siapa akhwat yang dipilih oleh ikhwan tersebut. Dan dia adalah………” #BERSAMBUNG.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar